Suka Makanan Asin?

Sepanjang sejarah manusia, kristal-kristal kelabu kecil yang rasanya asin ini amat berjasa. Garam telah membuat dunia bergerak, tidak hanya digunakan sebagai perasa dan pengawet makanan, di jaman Romawi garam juga digunakan sebagai uang.

Tapi itu dulu. Di jaman modern ini kita bahkan dibayar secara berlebihan (menggunakan garam secara berlebihan). Kita menelan hampir dua kali jumlah sodium dari yang seharusnya kita konsumsi. Dan itu bisa Anda lakukan tanpa harus menyentuh toples tempat garam dapur yang selalu dimasukkan istri Anda ke dalam sup ayam buatannya.


Garam juga banyak tersembunyi dalam produk makanan instan. Ia dimasukkan oleh perusahaan makanan untuk mengawetkan produknya agar tidak basi atau membuat makanan yang rasanya tawar atau pahit menjadi lebih baik dan enak dimakan. Atau mungkin hanya agar membuat kita tergila-gila dengan makanan tersebut (nagih).

Institute of Medicine sebuah badan yang membantu pemerintah Amerika untuk mengatur rekomendasi nutrisi di Amerika menyatakan bahwa jumlah sodium yang harus dikonsumsi adalah 1.500 mg/hari, dengan jumlah maksimum 2.300 mg.

Sebelumnya, mereka merekomendasikan tidak lebih dari 2.400 mg. Bahkan WHO (World Health Organization) menganjurkan pembatasan garam dapur bagi pria dewasa sebanyak 6 gr/hari. Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial sodium dalam memicu tekanan darah tinggi (hipertensi).

Pertanyaannya, mengapa mereka menurunkan ambang batasnya begitu jauh? Puluhan tahun lalu alasan takut pada garam adalah risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke. Kini kelebihan sodium dikaitkan dengan penyakit lain seperti kanker dan batu ginjal.

Para urologi sepakat jika konsumsi garam berlebihan dapat memperberat kerja ginjal. Singkatnya bisa jadi meja makan Anda telah dipenuhi berbagai menu ‘berpenyakit’ yang siap menyerang Anda kapanpun.

Anda memang butuh garam, yaitu sekitar 200 gr/ hari agar cairan tubuh tetap stabil. Tetapi kelebihan garam itu bisa mengakibatkan:


Melemahnya Tulang

“Kadar sodium berlebihan dalam darah dapat mengurangi kadar kalsium dalam tubuh., mengancam massa tulang dan kekuatannya,” papar Pao Hwa Lin, Ph.D di Duke University Medical Center. “Semakin Anda membatasi sodium, semakin berkurang pelepasan kalsium,” tambahnya.



Kanker Perut

Laporan dari Jepang menyebutkan bahwa pria dengan asupan garam yang tinggi, punya risiko kanker perut dua kali lipat. Sebagai penggemar ikan asin dan sayur acar, tebak peluang Anda terkena kanker perut?



Mengacaukan DNA

Peneliti dari Institut Paru dan Jantung Nasional di Amerika menemukan bahwa ketika mereka meningkatkan kadar garam dalam sel-sel tubuh seekor tikus di lab, serabut DNA mulai memecah dan mekanisme perbaikan sel hancur. Ketika konsentrasi garam dikembalikan normal, sel-sel dalam ginjal tikus pun mulai memperbaiki kerusakan DNA lainnya. Meski uji coba dilakukan pada seekor tikus, kondisi ini sangat mungkin terjadi pada manusia.



Merangsang pembentukan batu ginjal

Dalma sebuah penelitian selama 5 tahun, para peneliti di Italia menemukan bahwa membatasi garam lebih efektif mencegah terbentuknya batu ginjal. Kita tahu secara apsti bahwa sodium memiliki kemapuan meningkatkan tekanan darah.


Menurut penelitian di Inggris mengurangi asupan sodium hingga 300 mg ( setara dengan dua iris keju cheddar) menurunkan tekanan sistolik (angka pertama) sebanyak 2-4 poin, dan tekanan diastolik sebanyak 1-2 poin. Lipat gandakan pengurangan itu hingga tiga kali maka Anda akan mendapatkan keuntungan tiga kali lipat.

Mengapa Kita Menginginkan Garam?

Jawabannya mungki bersifat evolusioner, kata Richard McGregor, Ph.D, dari Linguagen sebuah perusahaan berbasis bioteknologi di New Jersey. Menurutnya, di jaman purba orang butuh garam untuk menggantikan mineral yang hilang karena sepanjang hari mengerjakan pekerjaan berat dan mengeluarkan banyak keringat.

Kini? Kita memang berburu sepanjang hari, tapi hanya di depan komputer tanpa aktivitas fisik yang tinggi. Berita yang membesarkan hati adalah bahwa Anda bisa mengatur ulang indera pengecap dalam beberapa minggu.

Dalam sebuah eksperimen informal, peneliti di Saint Louis University Medical School meminta pasien hipertensi makan camilan keripik, kemudian mengurangi garam dan makanan instan yang asin selama 4 minggu.

Indera pengecap mereka kemudian menyesuaikan diri dan mereka lebih suka keripik yang kurang asin. “Beberapa pria bahkan membuang garam dari keripik tersebut dengan jari-jari mereka,” terang pakar gizi Prof. Mildred Mattfeldt, Ph.D.


Well, sebaiknya Anda mulai membatasi konsumsi garam. Misalnya dengan lebih rajin membaca label nutrisi pada makanan kemasan dan mulai mengurangi penggunaan garam pada masakan rumahan, agar Anda terbebas dari risiko penyakit yang bisa meyerang setiap saat akibat konsumsi garam berlebihan.

Komeng
0 Komeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar