Ada
rencana untuk terbang ke Kuala Lumpur (KL) dalam waktu dekat? Bagi yang
sudah sering ke KL, mungkin sudah bosan untuk berkunjung ke lokasi yang
itu-itu saja di ibukota Malaysia ini. Nah, mungkin Melaka bisa jadi
tujuan alternatif. Kota ini merupakan salah satu Kota Warisan Dunia
UNESCO karena peninggalan sejarah memang sangat lekat di sini. Belum
lagi kulinernya, bakal membuat lidah bergoyang!
Terus terang saja sebelum ke
Melaka, saya tidak menyangka bahwa bahwa kota kecil ini akan melampaui
ekspektasi saya. Dan lebih asyiknya lagi, Melaka dekat dengan KL hanya
ditempuh sekitar 2 jam dengan bus, bisa langsung dari bandara. Banyak
orang yang hanya melakukan wisata sehari ke Melaka, tapi bagi saya lebih enak bila menginap karena Melaka di malam hari seru juga, lho.
orang yang hanya melakukan wisata sehari ke Melaka, tapi bagi saya lebih enak bila menginap karena Melaka di malam hari seru juga, lho.
Pusat
pariwisata Melaka berada di Kota Tua, dengan ciri khas
bangunan-bangunan kuno yang dicat berwarna merah bata. Kota Tua tersebut
menggurita ke jalan-jalan dan gang-gang kecil di sekitarnya, di
sepanjang Sungai Melaka.
Lalu, apa saja yang dapat dilihat
di sana? Banyak sekali! Yang paling kental tentu saja wisata sejarah.
Uniknya, Melaka ini masih memiliki jejak penjajah Portugis, Inggris, dan
Belanda dengan adanya berbagai bangunan di sekitar Kota Tua.
Begitu
tiba di sekitar Kota Tua, mata saya langsung melotot melihat
becak-becak di pinggir jalan. Hampir sama seperti becak di Jawa namun
pengemudinya berada di samping, bukan di belakang. Dan lebih serunya
lagi, becak-becak ini dihiasi dengan bunga-bunga, boneka, yang sangat
heboh. Ada tukang becak yang sampai menghiasi becaknya serba Hello Kitty
berwarna pink, termasuk roda becaknya. Ada pula becak biru serba Smurf,
dengan boneka kartun berwarna biru itu digantungkan di seluruh becak. Saya menghentikan salah seorang tukang becak yang lewat.
“Satu pusingan kecil 20 ringgit,
pusingan besar 40 ringgit,” kata tukang becaknya. Itu setara dengan 70
ribu untuk berkeliling jarak pendek dan 140 ribu untuk putaran lebih jauh. Setelah menawar beberapa saat akhirnya saya dapat 15 ringgit untuk putaran kecil.
Baru kemudian saya tahu bahwa tarif 20 ringgit dan 40 ringgit itu sebenarnya adalah tarif resmi becak wisata di Melaka. “Duh, kalau tahu resmi kan tadi nggak nawar,” pikir saya. “Ya sudahlah, lumayan juga 5 ringgit bisa buat makan, hahaha.”
Becak ini berkeliling Kota Tua, di
sana-sini terlihat becak lain mengantarkan wisatawan. Banyak di
antaranya yang menyetel musik keras-keras, bagai diskotek berjalan.
Untung becak saya lumayan kalem jadi gendang telinga tak pecah.
Salah satu yang dilewati oleh tur
dengan becak adalah A Fomosa, sebuah benteng yang didirikan Portugis
pada tahun 1511. Lalu ada pula Stadthuys yang dibangun oleh penjajah
Belanda. Christ Church, gereja Belanda yang dibangun pada pertengahan
tahun 1700-an jadi salah satu ikon karena berada tepat di bundaran.
Sayangnya, 15 ringgit berlalu terlalu cepat, akhirnya saya harus
melanjutkan tur dengan berjalan kaki.
Melaka
juga punya penginggalan ‘lokal’ yang layak untuk dikunjungi. Salah
satunya adalah Kuil Cheng Hoong Teng. Karena bertepatan dengan Tahun
Baru Cina, kuil ini dihias lebih semarak daripada biasanya. Peninggalan
Islam di Melaka antara lain Masjid Kampung Kling yang berada di Jalan
Tukang Emas – kebetulan berada di depan penginapan saya.
Salah satu kegiatan favorit saya di
Melaka adalah menyusuri sungai dengan perahu. Tiketnya 10 ringgit per
orang. Perahu-perahu wisata ini akan menempuh 9 km menyusuri Sungai
Melaka. Langsung saya terpesona dengan daerah pinggiran sungai yang
rapi, bersih, dan artistik. Banyak penginapan dan kafe-kafe pinggir
sungai yang menghias tembok mereka dengan lukisan warna-warni. Rekaman
audio kapal menceritakan betapa pemerintah Kesultanan Melaka menjaga
pohon-pohon bakau di pinggir sungai untuk mencegah abrasi. Kapan ya
Jakarta jadi seperti ini?
Hiburan
di malam hari adalah Jonker Walk yang aslinya bernama Jalan Hang Jebat.
Jalanan ini terkenal akan para pedagang antik, walaupun sebenarnya
tidak hanya itu. Ada pedagang berbagai macam termasuk cenderamata,
bumbu, pakaian, mainan, dan sebagainya. Pedagang makanan pun tidak kalah
banyaknya, sebagian besar menawarkan makanan khas Malaysia, seperti chicken rice, laksa, dan kerang goreng.
Salah satu makanan terenak yang saya rasakan adalah seafood
yang dipanggang dengan bumbu Nyonya. Menunggunya lama karena pembelinya
pun banyak sementara pedagangnya hanya dua orang. Hampir saja saya
pergi karena terlalu lama menunggu. Ketika akhirnya ikan dan kerang
datang, disertai nasi hangat, rasanya penantian tidak sia-sia. Enaaaak!
Sumber : https://id.berita.yahoo.com/menjejak-kota-tua-melaka-051428238.html